GTA777 – Di tengah euforia kemenangan Persib Bandung menjuarai Liga 1 musim 2024/2025, sebuah kejutan datang dari tokoh Jawa Barat yang dikenal humanis dan filosofis: Dedi Mulyadi. Namun kali ini, bukan lukisan atau filosofi budaya yang ia bawa. Ia datang dengan amplop bernilai besar: Rp1 miliar, diserahkan langsung kepada manajemen Persib. Namun jangan salah, uang ini bukan sekadar hadiah — ini adalah pesan yang dalam.

💬 “Ini Bukan Hadiah Formalitas”

Dalam acara sederhana namun penuh makna di Graha Persib, Dedi Mulyadi menyerahkan hadiah secara simbolis kepada manajemen klub, didampingi perwakilan pemain, pelatih, dan Bobotoh. Namun saat mikrofon berada di tangannya, pidatonya mengubah suasana.

“Ini bukan hadiah formalitas. Ini bukan juga pencitraan. Ini adalah bentuk rasa syukur masyarakat Sunda. Bukan dari saya pribadi, tapi dari semangat orang-orang kampung, pedagang asongan, petani, dan tukang ojek yang tiap minggu mendoakan Persib menang,” kata Dedi dengan suara lantang namun penuh empati.

🧭 1 Miliar untuk Apa?

Tak seperti hadiah lain yang biasanya masuk ke kas klub tanpa tujuan jelas, Dedi mengumumkan secara terang-terangan bahwa uang itu memiliki arah penggunaan yang spesifik. Berikut alokasinya:

  • Rp400 juta untuk peningkatan fasilitas Akademi Persib U-16 dan U-18
  • Rp300 juta untuk dana beasiswa pendidikan bagi pemain muda Persib
  • Rp200 juta untuk pengembangan sepak bola di desa-desa Jawa Barat (program “Bola Leuweung”)
  • Rp100 juta diserahkan langsung ke tim pelatih dan staf non-pemain sebagai bentuk apresiasi kerja senyap mereka

📜 Filosofi Hadiah: “Persib Itu Kehormatan Kolektif”

Bukan Dedi Mulyadi namanya jika tak menyisipkan filosofi Sunda dalam setiap tindakannya. Ia mengatakan bahwa Persib bukan hanya klub yang menang, tapi “simbol harga diri” masyarakat Tatar Pasundan.

“Ketika Persib menang, orang yang sedang sedih jadi bangga. Yang sedang lelah jadi kuat. Ini bukan sekadar klub bola, ini simbol kehormatan kolektif,” katanya.

Dedi menambahkan bahwa pemberian ini adalah bentuk konkret dari pepatah Sunda “leuwih hade nyusul tina hadiah”, yang artinya nilai kebersamaan jauh lebih penting dari nilai materi.

🧒 Dukung Regenerasi, Bukan Hura-Hura

Dalam penyerahan dana, Dedi juga menolak keras agar dana itu digunakan untuk “pesta” atau bonus mewah pemain asing. Ia dengan tegas mengatakan:

“Saya tidak ingin uang ini dibakar dalam satu malam. Saya ingin uang ini menjadi benih yang menumbuhkan masa depan Persib.”

Ia bahkan menyarankan agar setiap penggunaan dana dicatat dan dilaporkan secara terbuka kepada publik, agar masyarakat tahu bahwa hadiah ini bukan untuk gaya-gayaan, melainkan untuk keberlanjutan.

🔊 Respon dari Persib dan Bobotoh

Pelatih Persib, Bojan Hodak, menyatakan rasa hormatnya:

“I have received bonuses in many countries, but never one with a philosophical breakdown like this. I respect that.”

Sementara Marc Klok, kapten tim, mengunggah foto dirinya memegang amplop simbolis dengan caption:
“This is more than money. This is legacy.”

Bobotoh pun bereaksi positif di media sosial. Akun-akun komunitas seperti Viking Persib Club dan Bomber mengapresiasi keterbukaan dan niat baik hadiah tersebut.

🧠 Analisis Sosial: Saat Uang Bukan Lagi Uang

Pengamat budaya dari Universitas Padjadjaran, Dr. Arief Ramdan, mengatakan bahwa pemberian ini menarik secara sosial karena mengubah persepsi uang sebagai instrumen transaksional menjadi instrumen budaya.

“Yang diberikan memang uang. Tapi cara Dedi mengemasnya menjadikannya ‘pesan’. Ini jarang terjadi dalam dunia sepak bola,” ujar Arief.

🗳️ Dimensi Politik?

Tak sedikit pula yang mempertanyakan apakah tindakan ini bagian dari strategi menjelang pemilu. Namun Dedi menanggapinya santai:

“Kalau niat baik selalu dianggap politis, ya sudah. Lebih baik saya dipolitisasi karena membantu, daripada diam.”

🧩 Kesimpulan: Bukan Tentang Jumlah, Tapi Tentang Niat

Di dunia sepak bola Indonesia yang sering gaduh oleh urusan bonus, hadiah, dan perebutan perhatian, langkah Dedi Mulyadi justru menjadi narasi baru. Sebuah bentuk pemberian yang tepat guna, penuh filosofi, dan terikat pada nilai lokal.

Uang Rp1 miliar itu memang besar. Tapi yang lebih besar dari itu adalah nilai dan niat di baliknya.